Rabu, 28 Oktober 2015

SIBLING RIVALRY



SIBLING RIVALRY  

1. Pengertian sibling rivalry
Sibling rivalry adalah kecemburuan, persaingan, dan pertengkaran antara saudara laki – laki dan perempuan (Anonim, 2010).
       Sibling Rivalry dapat diartikan sebagian persaingan antar saudara kandung (Ambarwati, 2010).
Sibling rivalry adalah kecemburuan dan kemarahan yang lazim terjadi pada anak karena kehadiran anggota keluarga baru dalam keluarga, yang dalam hal ini adalah saudara kandungnya (Bahiyatun, 2009).
Sibling Rivalry  adalah kompetisi antara saudara kandung untuk mendapatkan cinta kasih, afeksi dan perhatian dari satu kedua orang tuanya, atau untuk mendapatkan pengakuan atau suatu yang lebih (Suherni, 2009).
Menurut Santrock (2006) rasa iri atau permusuhan lebih banyak ditunjukan saudara yang lebih tua dengan asumsi anak yang lahir lebih dahulu saat adiknya lahir akan menerima lebih sedikit perhatian daripada sebelum adiknya lahir.
Dari pengertian – pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Sibling Rivalry adalah suatu kondisi psikologis yang terjadi antar saudara kandung yang  berwujud kecemburuan, perselisihan, pertengkaran bahkan persaingan untuk mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua.
Kenyataanya semua anak akan merasa terancam oleh kedatangan seorang bayi baru meskipun dengan  derajat yang berbeda – beda, baik selama kehamilan maupun setelah kelahiran. Anak – anak yang lebih tua telah membentuk semacam independensi dan ikatan batin yang kuat biasanya tidak begitu merasa terancam oleh kedatangan bayi baru dari pada anak – anak yang belum mencapai kekuatan ikatan batin yang sama.
2.      Usia Rawan Terjadinya Sibling Rivalry
Jarak usia yang lazim memicu munculnya sibling rivalry adalah jarak usia antara 1-3 tahun dan muncul pada usia 3-5 tahun kemudian muncul kembali pada usia 8–12 tahun, dan pada umumnya, sibling rivalry lebih sering terjadi pada anak yang berjenis kelamin sama dan khususnya perempuan (Yoga, 2010). Namun persaingan antar saudara cenderung memuncak ketika anak bungsu berusia 3 atau 4 tahun (Woolfson, 2004).
Sedangkan menurut Suherni (2009), sibling rivalry atau perselisihan yang terjadi pada anak – anak tersebut adalah hal yang biasa bagi anak – anak usia 5 – 11 tahun. Bahkan kurang dari 5 tahun pun sudah sangat mudah terjadi sibling rivaly itu. Istilah ahli psikologi hubungan antar anak – anak seusia seperti itu bersifat ambivalent dengan love hate relationship. Ambivalent dalam bahasa Indonesia berartikan ambivalen yang artinya memiliki perasaan yang bertentangan antara sebuah hal dalam waktu yang sama (Zenius english, 2011). Sedangkan love hate relationship ini sendiri artinya membenci dan mencintai seseorang dalam waktu yang bersamaan.
Riset membuktikan bahwa kadar persaingan antara kakak dan adik ada hubungannya dengan jarak usia antaranak. Ini mungkin terjadi karena anak – anak  yang  jarak  usianya dekat cenderung bersaing lebih ketat (bahkan ketika mereka beranjak dewasa) daripada anak – anak yang jarak usianya lebih jauh
a.    Jarak usia kurang dari 18 bulan
persaingan kakak adik biasanya kurang terasa. Saat anak – anak lahir terlalu dekat, rasa cemburu biasanya berkurang.
b.   Jarak Usia antara 2 sampai 4 tahun
persaingan kakak beradik biasanya sangat tinggi. Ironisnya, ini adalah jarak usia yang paling umum ditemui diantara anak pertama dan kedua.
c.    Jarak usia lebih dari 4 tahun
persaingan biasanya kurang terasa. Hubungan kakak – adik biasanya lebih positif dengan jarak usia yang lebih jauh (Woolfson).
3.      Penyebab sibling rivalry
Akar dari persaingan antarsaudara kandung adalah rasa cemburu antara anak dalam satu keluarga yang terjadi pada lima tahun pertama kehidupan mereka. (Octopus, 2006 : 204).
Banyak faktor yang menyebabkan sibling rivalry menurut Lusa, 2010 :
a.    Masing-masing anak bersaing untuk menentukan pribadi mereka, sehingga ingin menunjukkan pada saudara mereka.
b.    Anak merasa kurang mendapatkan perhatian, disiplin dan mau mendengarkan dari orang tua mereka.
c.    Anak–anak merasa hubungan dengan orang tua mereka terancam oleh kedatangan anggota keluarga baru/ bayi.
d.   Tahap perkembangan anak baik fisik maupun emosi yang dapat mempengaruhi proses kedewasaan dan perhatian terhadap satu sama lain.
e.    Anak frustasi karena merasa lapar, bosan atau letih sehingga memulai pertengkaran.
f.     Kemungkinan, anak tidak tahu cara untuk mendapatkan perhatian atau memulai permainan dengan saudara mereka.
g.    Dinamika keluarga dalam memainkan peran.
h.    Pemikiran orang tua tentang agresi dan pertengkaran anak yang berlebihan dalam keluarga adalah normal.
i.      Tidak memiliki waktu untuk berbagi, berkumpul bersama dengan anggota keluarga.
j.      Orang tua mengalami stres dalam menjalani kehidupannya.
k.    Anak - anak mengalami stres dalam kehidupannya.
l.      Cara orang tua memperlakukan anak dan menangani konflik yang terjadi pada mereka.
Terdapat banyak kondisi yang menentukan kualitas hubungan antarsaudara kandung. Beberapa di antaranya dapat dikendalikan dan yang lain dapat dicegah. Kondisi yang mempengaruhi hubungan antar saudara kandung dalam keluarga menurut Hurlock (2010) diantaranya:
1)      Sikap orang tua
Sikap orang tua terhadap anak dipengaruhi oleh sejauh mana anak mendekati keinginan dan harapan orang tua. Sikap orang tua juga dipengaruhi oleh sikap dan perilaku anak terhadap anak lain dan terhadap orang tuanya. Bila terdapat rasa persaingan dan permusuhan, sikap orang tua terhadap semua anak kurangmenguntungkan dibandingkan bila mereka satu sama lain bergaul cukup baik.
Anak yang lahir pertama sebagai akibat pendidikan awal dan asosiasi yang erat dengan orang tuanya, cenderung lebih memenuhi harapan orang tua daripada anak yang lahir kemudian. Jadi orang tua sering lebih menyukai anak pertama. Anak tengah sering merasa tidak dihiraukan dibandingkan anak pertama dan terakhir. Mereka merasa bahwa orang tua pilih kasih dan mereka membenci saudara mereka. Sikap demikian menumbuhkan rasa iri dan permusuhan yang mempengaruhi hubungan antarsaudara kandung secara negatif, dan kemudian juga mempengaruhi hubungan keluarga secara merugikan.
Beberapa sikap orang tua yang khas menurut Hurlock (2010) yaitu :
a)      Melindungi secara berlebihan
Perlindungan orang tua yang berlebihan mencakup pengasuhan dan pengendalian anak yang berlebihan. Hal ini menumbuhkan ketergantungan yang berlebihan, ketergantungan pada semua orang bukan pada orang tua saja, dapat menyebabkan kurangnya rasa percaya diri dan frustasi.
b)      Permisivitas
Permisivitas terlihat pada orang tua yang membiarkan anak berbuat sesuka hati, dengan sedikit kekangan. Hal ini menciptakan keluarga yang berpusat pada anak. Jika sikap permisif ini tidak berlebihan akan menjadikan anak lebih cerdik, mandiri, penyesuaian sosial yang baik, menumbuhkan rasa percaya diri, kreativitas dan sikap matang.
c)      Memanjakan
Memanjakan merupakan sikap permisivitas yang berlebihan yang dapat menyebabkan anak menjadi egois, menuntut perhatian dan pelayanan dari orang lain yang dapat menyebabkan penyesuaian sosial yang buruk di rumah dan luar rumah.
d)     Penolakan
Penolakan dapat dinyatakan dengan mengabaikan kesejahteraan anak atau dengan menuntut terlalu banyak dari anak dan sikap bermusuhan terbuka. Hal ini menumbuhkan rasa dendam, perasaan tak berdaya, frustasi, perilaku gugup dan sikap permusuhan kepada orang lain terutama mereka yang lebih lemah.
e)      Penerimaan
Penerimaan orang tua ditandai oleh perhatian besar dan kasih sayang pada anak. Orang tua yang menerima, memperhatikan perkembangan kemmampuan anak dan memperhitungkan minat anak. Anak yang diterima umumnya bersosialisasi dengan baik, kooperatif, ramah, loyal, secara emosional stabil dan gembira.
f)       Dominasi
Anak yang didominasi oleh salah satu atau kedua orang tua bersifat jujur, sopan dan berhati-hati tetapi cenderung malu, patuh dan mudah dipengaruhi orang lain, mengalah dan sangat sensitif. Pada anak yang didominasi sering berkembang rasa rendah diri dan perasaan menjadi korban.
g)      Tunduk pada anak
Orang tua yang tunduk pada anaknya, membiarkan anak mendominasi mereka dan rumah mereka. Anak memerintah orang tua dan menunjukkan sedikit tenggang rasa, penghargaan atau loyalitas pada mereka. Anak belajar untuk menentang semua yang berwenang dan mencoba mendominasi orang di luar lingkungan rumah.
h)      Favoritisme
Meskipun orang tua berkata bahwa mereka mencintai semua anak dengan sama rata, kebanyakan orang tua mempunyai favorit. Hal ini membuat mereka lebih menuruti dan mencintai anak favoritnya daripada anak lain dalam keluarga. Anak yang disenangi cenderung memperlihatkan sisi baik mereka pada orang tua tetapi agresif dan dominan dalam hubungan dengan saudara kandung mereka.
i)        Ambisi orang tua
Hampir semua orang tua mempunyai ambisi bagi anak mereka, yang seringkali tinggi sehingga tidak realistis. Bila anak tidak dapat memenuhi ambisi orang tua, anak cenderung bersikap bermusuhan, tidak bertanggungjawab dan berprestasi di bawah kemampuan, anak memiliki perasaan tidak mampu yang sering diwarnai perasaan dijadikan orang yang dikorbankan.
2)      Urutan Posisi
Dalam semua keluarga, kecuali keluarga satu anak, semua anak diberi peran menurut urutan kelahiran dan mereka diharapkan memerankan peran tersebut. Jika anak menyukai peran yang diberikan dan bukan yang dipilih sendiri, maka kemungkinan terjadi perselisihan. Sebagai contoh anak perempuan yang lebih tua mungkin menolak perannya sebagai pembantu ibu dan merasa bahwa adiknya harus berbagi beberapa tanggung jawab yang diberikan padanya. Hal ini menyebabkan memburuknya hubungan orang tua-anak maupun hubungan antarsaudara kandung.
Urutan kelahiran mempengaruhi anak-anak melalui beberapa cara. Misalnya, anak pertama mendapatkan perhatian orang tua sepenuhnya, setidaknya sampai kelahiran anak berikutnya. (Woolfson, 2004 : 14-15). Urutan kelahiran dapat berdampak besar pada perkembangan sifat, ciri-ciri dan kemampuan pribadinya. Ciri-ciri khas dari urutan kelahiran :
a)      Anak pertama
Cenderung menjadi anak yang paling cerdas di dalam keluarga.
Dia mencapai prestasi tertinggi dalam pendidikan dan biasanya cenderung sangat serius.
b)      Anak kedua
Cenderung santai, kurang peduli terhadap keberhasilan di sekolah dan lebih peduli terhadap persahabatan. Dia lebih suka hal yang lain daripada yang lain.
c)      Anak bungsu
Cenderung percaya diri dan mampu menangani berbagai kecemasan sendiri tanpa meminta bantuan. Dia juga tahu bagaimana mengambil manfaat terbesar dari suatu keadaan di tempat dia berada.
d)     Anak tunggal
Bergaul lebih baik dengan orang yang lebih tua daripada dengan rekan-rekannya. Dia meminta persetujuan atas tindakannya. Dia kemungkinan menjadi seorang pemimpin yang baik.
Menurut Octopus (2006 : 144-145) anak pertama mendapatkan seluruh perhatian selama beberapa tahap pertama hidupnya sampai mempunyai adik. Hal tersebut berarti orang tua sepenuhnya meluangkan waktu dan pikiran hanya untuk anak pertama, kasih sayang dan perhatian tidak terbagi dengan anak lain.
3)      Jenis Kelamin Saudara Kandung
Anak laki-laki dan perempuan bereaksi sangat berbeda terhadap saudara laki-laki dan perempuannya. Misalnya dalam kombinasi perempuan-perempuan terdapat lebih banyak iri hati daripada dalam kombinasi laki-perempuan. Seorang kakak perempuan mungkin lebih cerewet dan suka mengatur terhadap adik perempuan daripada adik laki-lakinya. Anak laki-laki lebih banyak berkelahi dengan kakak laki-laki daripada dengan kakak perempuannya, untuk sebagian karena orang tua tidak akan membiarkan agresivitas yang berlebihan terhadap kakak perempuan.
Hal ini sering dapat mempunyai pengaruh yang sangat buruk pada hubungan keluarga, terutama bila orang tua turut campur dan berusaha mengakhiri perselisihan antarjenis tersebut. Orang tua kemudian dituduh pilih kasih yang merupakan suatu tuduhan yang lebih merusak hubungan keluarga.
4)      Perbedaan Usia
Perbedaan usia antarsaudara kandung mempengaruhi cara mereka bereaksi satu terhadap yang lain dan cara orang tua memperlakukan mereka. Bila perbedaan usia antarsaudara itu besar baik jika anak berjenis kelamin sama maupun berlawanan, hubungan yang lebih ramah, kooperatif dan kasih sayang terjalin daripada jika usia mereka berdekatan. Perbedaan usia yang kecil, lepas dari jenis kedua saudara itu, cenderung meningkatkan perselisihan mereka.
Usia anak pertama <1 tahun atau >4 tahun merupakan waktu yang tepat untuk mempunyai anak lagi. Ini didasarkan pada hubungan kakak-beradik yang dapat menimbulkan persaingan saudara kandung. Pada anak pertama kurang dari 1 tahun, maka ia belum dapat merasakan menjadi yang paling utama di dalam keluarga. Pada anak pertama lebih dari 4 tahun maka ia diharapkan telah merasakan kasih sayang yang cukup untuk menjadi yang paling utama dalam keluarga. Jika anak belum merasa cukup mendapatkan kasih sayang tetapi orang tua sudah membagi kasih sayang dengan anak yang lain, maka anak akan merasa cemburu kepada saudaranya sendiri yang sering berakhir dengan persaingan saudara (BKKBN,2009).
Tabel 2.1 konsekuesi orang tua dan anak jika memiliki  dua anak dalam jangka waktu berdekatan
Jarak usia kakak-adik   
Konsekuensi bagi orang tua
Konsekuensi bagi kakak-adik
1 – 2 tahun
Anda hanya akan punya sedikit waktu untuk dihabiskan bersama pasangan. Banyak hal yang harus dipikirkan setiap hari. Kelebihannya, karena usia kakak adik dekat, biasanya hubungan mereka cukup akrab dan Anda tak harus terus-menerus menemani.
Kedekatan hubungan kakak-adik biasanya sangat erat. Satu sama lain memiliki minat yang kurang lebih sama. Di sisi lain, tingkat persaingan cukup tinggi, terutama pada kakak-adik dengan jenis kelamin yang sama.
3 – 4 tahun
Ritme hidup berjalan lebih santai dibandingkan mereka yang jarak usia anaknya 1 – 2 tahun. Lebih banyak waktu untuk memperhatikan anak satu persatu.
Bagi si sulung, kehadiran adik akan dihadapi dengan lebih baik. Si sulung selama 3 – 4 tahun telah cukup membangun fondasi bonding dengan orang tua. Ia tidak merasa terancam dengan hadirnya adik. Kakak biasanya menempatkan diri sebagai pembimbing adik
5 – 6 tahun
Fase menjadi orang tua akan lebih panjang. Ayah dan ibu dapat menikmati setiap kehadiran anak dengan lebih tenang dan fokus selama masa balita.
Hubungan antarsaudara belum tentu erat. Seolah orang tua membesarkan dua anak tunggal di waktu berbeda. Sehingga perilaku dan kecenderungan si adik tidak dapat diprediksi berdasarkan sikap dan perilaku si kakak.



(









(Gatot, 2012)
5)      Jumlah Saudara
Jumlah saudara yang kecil cenderung menghasilkan hubungan lebih banyak perselisihan daripada jumlah saudara yang besar. Untuk itu terdapat dua alasan :
a)      Bila hanya ada dua atau tiga anak dalam keluarga, mereka lebih sering bersama daripada jika jumlahnya besar. Karena perbedaan usia juga mungkin sekali kecil, orang tua mengaharapkan mereka bermain dan melakukan berbagai hal bersama-sama. Dengan perbedaan usia yang akan ada bila terdapat banyak anak, frekuensi kontak antarsaudara berkurang.
b)      Bila ada banyak anak, disisplin cenderung otoriter. Bahkan bila ada antagonisme dan permusuhan, ekspresi terbuka perasaan ini dikendalikan dengan ketat. Hal ini biasanya tidak terjadi pada keluarga dengan jumlah anak sedikit. Pengawasan orang tua yang santai, permisif terhadap perilaku anak, memungkinkan antagonisme dan permusuhan dinyatakan dengan terbuka, sehingga tercipata suasana yang diwarnai dengan perselisihan.
6)      Pengaruh Orang Luar
Menurut Hurlock (2000 :  210) terdapat tiga cara orang luar keluarga langsung mempengaruhi hubungan antarsaudara yaitu :
a)      Kehadiran orang luar di rumah.
b)      Tekanan orang luar pada anggota keluarga.
c)      Perbandingan anak dengan saudaranya oleh orang luar.
d)     Orang lain baik anggota keluarga maupun teman orang tua atau guru dapat menimbulkan atau memperberat ketegangan yang telah ada antara saudara kandung dengan membandingkan anak yang satu dengan yang lain. Bilamana perbandingan menguntungkan anak tertentu maka akan timbul permusuhan di pihak saudara yang lain terhadap anak tersebut. Sebaliknya bilamana perbandingan merugikan anak itu, maka anak akan mulai memusuhi saudaranya yang dinilai lebih baik.
Menurut Suherni (2008 : 69) penyebab sibling rivalry adalah sebagai berikut :
1)      Kompetensi (kemampuan) kaitannya dengan kecemburuan. Masa perkembangan anak dimana anak-anak usia 18 bulan dan 2 tahun masih bersikap egosentris dimana anak masih berpikiran bahwa dirinya tidak boleh tersaingi dan belum bisa berbagi. Di masa tersebut banyak terjadi kecemburuan bila anak merasa dirinya tidak lebih disayangi daripada saudaranya.
2)      Ciri emosional, yakni temperamen, seperti halnya mudah bosan, mudah frustasi, mudah marah atau sebaliknya, tidak mudah bosan, tidak mudah frustasi dll tergantung pada masing-masing individu.
3)      Sifat perasaan anak seusia sampai dengan dua-tiga tahun, yakni apa yang disenangi adalah miliknya. Anak dapat saling bertengkar hanya untuk memperebutkan mainan atau kasih sayang orang tua.
4)      Kelemahan perkembangan seperti halnya lemahnya atau lambatnya kemampuan bahasa, kurang bisanya dalam hal interaksi sosial, sehingga  mudah terjadi perselisihan dan konflik. Penanganan yang tepat bagi sibling rivalry adalah agar perkembangan anak tidak mengalami kemunduran dari perkembangan usia yang seharusnya.
4.      Bentuk Sibling Rivalry
Contoh bentuk sibling rivalry menurut Woolfson (2004 : 36) :
1)      Saat orang tua memandikan bayi, anak yang lebih tua berusia 2 tahun mulai rewel dan bergulung-gulung di atas lantai.
2)      Anak yang lebih tua berumur 2 tahun tampak menyayangi adiknya, tetapi memeluk dengan begitu kuat sehingga adiknya menangis setiap kali mendapat pelukan.
3)      Anak yang lebih tua berumur 5 tahun berbagi kamar dengan saudaranya, tetapi terus mengeluh bahwa saudaranya bermain di wilayahnya dengan mainannya.
4)      Walaupun sudah terlatih sepenuhnya untuk menggunakan toilet, anak yang lebih tua umur 3 tahun kembali mengompol setelah mempunyai adik bayi.
5)      Anak lebih tua usia 5 tahun suka mengejek adiknya yang berumur 3 tahun jika adiknya melakukan hal yang tidak disukainya misalnya menyanyi.
Respon yang dapat ditunjukkan oleh anak sebagai wujud rasa cemburu terhadap saudara kandungnya, menurut Bahiyatun (2009 :56) adalah sebagai berikut:
1)      Memukul bayi (adiknya)
2)      Mendorong bayi dari pengkuan ibu.
3)      Menjauhkan putting susu dari mulut bayi.
4)      Secara verbal menginginkan bayi kembali ke perut ibu
5)      Ngompol lagi.
6)      Kembali bergantung pada susu botol
7)      Bertingkah agresif
Menurut Green (2009 : 23) ciri dari sibling rivalry adalah:
1)      Anak berlaku tak sepantasnya
2)      Anak lebih rewel
3)      Jika seharusnya anak memasuki masa toilet training, mereka kembali mengompol
4)      Anak mulai menghisap jempol lagi
5)      Anak bertingkah seperti bayi missal duduk di tempat duduk bayi, minum menggunakan botol bayi, dll
6)      Anak bersifat lebih agresif untuk melukai adiknya
7)      Anak merasa khawatir ia akan ditinggalkan orang tuanya demi adiknya
8)      Anak merebut mainan atau botol susu dari adiknya
5.      Dampak Sibling Rivalry
Dampak sibling rivalry pada anak tergantung pada usia, kepribadian dan tahap perkembangan. Pada anak usia 2-3 tahun seorang anak sangat cepat menyerang saudaranya secara fisik. Sedangkan anak-anak usia 3-4 tahun lebih cenderung mendorong dan mendesak dalam perebutan mainan karena mereka belum mengembangkan kemampuan yang matang untuk berbagi. Anak usia 4-5 tahun lebih cenderung terlibat pertengkaran karena lebih ingin memperlihatkan kekuatan dan pengaruh.
Untuk jangka panjang sibling rivalry dapat berpengaruh dalam hubungan keluarga menurut Hurlock (2000 : 211) yaitu :
1)      Menunjang hubungan keluarga yang baik
a)      Kasih sayang antarsaudara
b)      Kemauan untuk bermain dengan saudara
c)      Kemauan untuk berbagi dengan saudara
d)     Kemauan membantu saudara
e)      Kekaguman untuk saudara
2)      Mengakibatkan hubungan keluarga yang buruk
a)      Tidak mau membantu saudara
b)      Tidak mau berbagi dengan saudara
c)      Tidak mau bermain dengan atau mengasuh adik kecuali jika dipaksa
d)     Serangan agresif terhadap saudara
e)      Mengadukan saudara
f)       Merusak milik saudara
Hubungan antarsaudara yang buruk sangat tidak menguntungkan karena hubungan ini mempengaruhi semua hubungan antaranggota keluarga, dan bahkan juga hubungan dengan orang luar. Sibling rivalry ini sering menjadi pola hubungan sosial yang akan dibawa anak ke luar rumah untuk diterapkan dalam hubungannya dengan teman sebaya dan juga dapat melemahkan motivasi bersosialisasi dengan orang lain. (Hurlock,2000 : 205).
Meskipun sibling rivalry mempunyai pengertian yang negatif, sibling rivalry juga memiliki segi positifnya yaitu :
1)      Mendorong anak untuk mengatasi perbedaan dengan mengembangkan beberapa ketrampilan penting.
2)      Cara tepat untuk berkompromi dan bernegosiasi.
3)      Mengontrol dorongan untuk bertindak agresif (Anonim, 2010).
6.      Cara Mengatasi Sibling Rivalry
Menurut Bahiyatun (2009 : 57), cara mengatasi perubahan sikap dan perilaku anak adalah dengan menyiapkan mereka untuk kelahiran adiknya, yaitu :
1)      Mulai memperkenalkan pada organ reproduksi dan seksual
2)      Beri penjelasan yang konkret tentang pertumbuhan bayi dalam rahim dengan menunjukkan gambar sederhana tentang uterus dan perkembangan janin.
3)      Beri kesempatan anak untuk ikut gerakan janin
4)      Libatkan anak dalam perawatan bayi
5)      Beri pengertian mendasar tentang perubahan suasana rumah, seperti alasan pindah kamar
6)      Lakukan aktivitas seperti biasa dan lakukan bersama dengan anak, seperti mendongeng sebelum tidur atau piknik bersama
Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh orang tua untuk mengatasi sibling rivalry antara lain :
1)      Tidak membandingkan antara anak  satu sama lain.
2)      Membiarkan anak menjadi diri pribadi mereka sendiri.
3)      Menyukai bakat dan keberhasilan anak – anak.
4)      Membuat anak- anak mampu bekerja sama daripada bersaing satu sama lain.
5)      Memberikan perhatian setiap waktu atau pola lain ketika konflik biasa terjadi.
6)      Mengajarkan anak cara – cara positif untuk mendapatkan perhatian satu sama lain.
7)      Kepada anak toddler diberikan kesempatan untuk merasakan gerakan bayi dalam rahim
8)      Perluas lingkup sosial anak pertama.
9)      Jujurlah soal perubahan fisik dan mental seperti gampang lelah, disertai minta maaf karena tidak bisa menggendongnya sesuka hati.
1.      Peran Bidan
Peran bidan menurut Suherni (2008 : 71) dalam mengatasi sibling rivalry, antara lain :
1)      Membantu menciptakan terjadinya ikatan antara ibu dan bayi dalam jam pertama pasca kelahiran.
2)      Memberikan dorongan pada ibu dan keluarga untuk memberikan respon positif tentang bayinya, baik melalui sikap maupun ucapan dan tindakan.









Tugas orang tua untuk menghindari permusuhan antar saudara, meliputi:
a.       membuat anak yang lebih tua merasa dikasihi atau diinginkan
b.      mengatasi rasa bersalah yang timbul dari pemikiran bahwa  anak yang lebih tua mendapat perhatian dan waktu yang lebih sedikit
c.       mengembangkan rasa percaya diri dalam kemampuan mereka mengasuh lebih dari satu anak
d.      menyesuaikan waktu dan ruang untuk menampung bayi baru tersebut
e.       memantau perlakuan anak yang lebih tua terhadap bayi yang lebih lemah dan mengalihkan perilaku agresif (Bobak, 2005)
7.         Cara mengantisipasi terjadinya sibling rivalry
Menurut Mia Cronan dalam Suherni (2009), usaha yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi sibling rivalry adalah sebagai berikut :
a.         Bicarakan dengan anak sebelum bayi lahir tentang segala hal yang akan terjadi setelah dia mempunyai adik nanti. Anak perlu pemahaman lebih, serta menjadi bagian dari keluarga. Jadi berapapun anak yang dimiliki nantinya, pasti selalu ada perhatian dan cinta untuk semua anak.
b.         Libatkan sebanyak mungkin anak dalam perawatan adiknya, sambil menjelaskan segala sesuatunya. Misal mengganti popok, mencuci peralatan bayi, menyiapakan segala sesuatu untuk bayi. Hal tersebut membuat anak merasa lebih dibutuhkan dan penting dengan adanya kelahiran bayi.
c.         Ketika mulai beranjak besar, lindungi anak dari kemungkinan adu fisik, tapi ingat jangan membuat anak yang lebih besar menjadi merasa bersalah atas kejadian tersebut. Bicarakan dengan anak dan biarkan dia mencurahkan apa yang dirasakan.
Menurut Suherni dkk (2009), usaha yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi sibling rivalry :
a.         Ajak anak ke rumah teman atau tetangga yang mempunyai bayi sehingga dia melihat bagaimana bayi memerlukan perawatan. Atau gunakan boneka sebagai  model bayi untuk menekankan bahwa bayi perlu perawatan sehingga dia sebagai anak yang lebih besar dapat memberikan sesuatu untuk adiknya
b.         Perlihatkan foto anda dulu ketika sedang hamil sambil menjelaskan apa yang akan terjadi saat kelahiran nanti ketika adiknya lahir. Saat adiknya lahir beri hadiah padanya dan katakana bahwa hadiah itu dari adik bayinya.
c.         Letakkan foto anak di dalam box bayi.
d.        Ketika anda sedang memprsiapkan segala sesuatu untuk kelahiran tanyakan pada anak apakah ada yang mau dibawa baik untuk dirinya maupun untuk adik bayinya.
Menurut Bahiyatun (2009), cara mengatasi perubahan sikap dan perilaku anak adalah dengan menyiapkan mereka untuk kelahiran adiknya, yaitu :
a.       Mulai memperkenalkan pada organ reproduksi dan seksual
b.      Beri penjelasan yang konkret tentang pertumbuhan bayi dalam rahim dengan menunjukkan gambar sederhana tentang uterus dan perkembangan janin.
c.       Beri kesempatan anak untuk ikut gerakan janin
d.      Libatkan anak dalam perawatan bayi
e.       Beri pengertian mendasar tentang perubahan suasana rumah, seperti alasan pindah kamar
f.       Lakukan aktivitas seperti biasa dan lakukan bersama dengan anak, seperti mendongeng sebelum tidur atau piknik bersama.
Cara menghadapi sibling rivalry menurut Varney  (2007) dalam Yetti (2010) :
a.       Mempersiapkan kakak sebelum kehadiran adiknya
b.      Memberlakukan setiap anak sebagai individu berbeda
c.       Hindari membandingkan
d.      Menumbuhkan keunikan anak
e.       Menghabiskan waktu bersama setiap anak sesuai prioritas
f.       Membuat batasan yang jelas
g.      Mendengarkan perasaan anak
h.      Jangan memihak
i.        Menghindari menumpuk kebiasaan mengadu
j.        Memberikan reward untuk perlakuan yang kooperatif

8.      Segi Positif Sibling Rivalry
Meskipun sibling rivalry mempunyai pengertian yang negatif tetapi ada segi positifnya, antara lain:
a.    Mendorong anak untuk mengatasi perbedaan dengan mengembangkan beberapa keterampilan penting.
b.    Cara cepat untuk berkompromi dan bernegosiasi.
c.    Mengontrol dorongan untuk bertindak agresif.
Oleh karena itu agar segi positif tersebut dapat dicapai, maka orang tua harus menjadi fasilitator. (Suherni, 2009)
Tahapan perkembangan anak usia 1-5 tahun dilihat dari hubungan saudara menurut Woolfson (2004 : 38-39):
a)      18 bulan
Anak sangat egosentris dan tidak peduli dengan perasaan orang lain. Dia merasa sangat kuat dan merasa sangat kuat dan ingin berkuasa.
                                                                   (1)      Jika dia adalah kakak
Persaingan antarsaudara cenderung kurang hebat karena perhatiannya masih terlalu terpusat pada dirinya sendiri. Dia merasa senang selama berbagai hal tidak terlalu banyak berubah di rumah dan dia terus menerima kasih sayang.

                                                                   (2)      Jika dia adalah adik
Anak yang berusia18 bulan bukanlah suatu ancaman yang berarti bagi kakaknya. Namun, dia masih bisa sangat mengganggu.
b)      2 tahun
Sepenuhnya masih menganggap dirinya penting. Dia ingin segala sesuatu dilakukan menurut caranya. Jika tidak maka anak akan marah.
                                                                   (1)      Jika dia adalah kakak
Dapat memahami kehadiran bayi baru lahir akan membawa dampak pada kehidupannya. Akibatnya anak akan cenderung mencari perhatian dan bersikap seperti bayi.
                                                                   (2)      Jika dia adalah adik
Rasa ingin tahu mendorongnya untuk menjelajahi dan menemukan. Hal tersebut akan sangat membuat kakaknya tidak nyaman yang menginginkan waktu dan tempat untuk dirinya sendiri.
c)      3 tahun
Anak menjadi lebih mandiri, anak bisa berbuat jauh lebih banyak untuk dirinya sendiri. Penguasaan bahasanya telah menjadi lebih baik sehingga dia mampu mengungkapkan pendapat dengan lebih jelas.
                                                                   (1)      Jika dia adalah kakak
Jarak usia ini terkait dengan tingginya persaingan saudara. Anak tahu bahwa adiknya akan merebut perhatian orang darinya.
                                                                   (2)      Jika dia adalah adik
Kakaknya mengharapkannya untuk mengikuti peraturan keluarga,  anak memahami dan berusaha untuk bekerja sama.
d)     4 tahun
Rasa percaya diri anak telah meningkat dan anak dapat bergaul lebih baik dengan anak sebaya. Rasa humor mulai tampak.
                                                                   (1)      Jika dia adalah kakak
Anak mmenerima kenyataan tentang hadirnya adik dan cenderung merasa tidak begitu iri hati. Namun, kadang merasa adiknya mengganggu.
                                                                   (2)      Jika dia adalah adik
Anak setia pada kakaknya. Namun, ini bisa cepat berubah menjadi kemarahan jika dia merasa dirugikan atau ditinggalkan.
e)      5 tahun
Masa sekolah merupakan suatu masa transisi. Anak memiliki suatu pemahaman terhadap dirinya sendiri secara psikologis sebagai “anak yang besar”.
                                                                   (1)      Jika dia adalah kakak
Anak merasa bangga dengan dirinya sendiri dan lebih memiliki toleransi terhadap adiknya. Kadang bersikap sebagai penguasa adiknya sehingga cenderung mengatur.
                                                                   (2)      Jika dia adalah adik
Anak sangat ingin untuk menjadi seperti kakaknya. Anak dapat merasa sakit hati jika kakaknya bermain dengan temannya.
Menurut Diane Baumrind dalam Junaedi (2010) pola asuh orang tua dapat diidentifikasikan menjadi 3 yaitu :
a)      Demokratis
Ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dan anak. Mereka membuat semacam aturan-aturan yang disepakati bersama. Orang tua yang demokratis ini yaitu orang tua yang mencoba menghargai kemampuan anak secara langsung.
b)      Otoriter
Ditandai dengan orang tua yang melarang anaknya dengan mengorbankan otonomi anak. Pola asuh otoriter mempunyai aturan-aturan yang kaku dari orang tua.
c)      Permisif
Ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas kepada anak untuk berbuat dan berperilaku sesuai keinginan anak. Dikenal juga sebagai pola asuh serba membiarkan, dimana orang tua yang bersikap mengalah, menuruti semua keinginan, melindungi secara berlebihan serta memberikan atau memenuhi semua keinginan anak secara berlebihan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar