SIBLING RIVALRY
1. Pengertian sibling
rivalry
Sibling rivalry adalah kecemburuan,
persaingan, dan pertengkaran antara saudara laki – laki dan perempuan (Anonim,
2010).
Sibling
Rivalry dapat diartikan sebagian persaingan antar saudara kandung
(Ambarwati, 2010).
Sibling rivalry adalah kecemburuan dan
kemarahan yang lazim terjadi pada anak karena kehadiran anggota keluarga baru
dalam keluarga, yang dalam hal ini adalah saudara kandungnya (Bahiyatun, 2009).
Sibling Rivalry adalah kompetisi antara saudara kandung untuk
mendapatkan cinta kasih, afeksi dan perhatian dari satu kedua orang tuanya,
atau untuk mendapatkan pengakuan atau suatu yang lebih (Suherni, 2009).
Menurut Santrock
(2006) rasa iri atau permusuhan lebih banyak ditunjukan saudara yang lebih tua
dengan asumsi anak yang lahir lebih dahulu saat adiknya lahir akan menerima
lebih sedikit perhatian daripada sebelum adiknya lahir.
Dari pengertian –
pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Sibling Rivalry adalah suatu kondisi psikologis yang terjadi antar
saudara kandung yang berwujud
kecemburuan, perselisihan, pertengkaran bahkan persaingan untuk mendapatkan
perhatian dan kasih sayang dari orang tua.
Kenyataanya semua
anak akan merasa terancam oleh kedatangan seorang bayi baru meskipun
dengan derajat yang berbeda – beda, baik
selama kehamilan maupun setelah kelahiran. Anak – anak yang lebih tua telah
membentuk semacam independensi dan ikatan batin yang kuat biasanya tidak begitu
merasa terancam oleh kedatangan bayi baru dari pada anak – anak yang belum mencapai
kekuatan ikatan batin yang sama.
2.
Usia Rawan Terjadinya Sibling Rivalry
Jarak usia yang lazim memicu munculnya sibling
rivalry adalah jarak usia antara 1-3 tahun dan muncul pada usia 3-5 tahun
kemudian muncul kembali pada usia 8–12 tahun, dan pada umumnya, sibling
rivalry lebih sering terjadi pada anak yang berjenis kelamin sama dan
khususnya perempuan (Yoga, 2010). Namun persaingan antar saudara cenderung
memuncak ketika anak bungsu berusia 3 atau 4 tahun (Woolfson, 2004).
Sedangkan menurut
Suherni (2009), sibling rivalry atau
perselisihan yang terjadi pada anak – anak tersebut adalah hal yang biasa bagi
anak – anak usia 5 – 11 tahun. Bahkan kurang dari 5 tahun pun sudah sangat
mudah terjadi sibling rivaly itu.
Istilah ahli psikologi hubungan antar anak – anak seusia seperti itu bersifat ambivalent dengan love hate relationship. Ambivalent
dalam bahasa Indonesia berartikan ambivalen yang artinya memiliki perasaan yang
bertentangan antara sebuah hal dalam waktu yang sama (Zenius english, 2011). Sedangkan love hate relationship ini sendiri
artinya membenci dan mencintai seseorang dalam waktu yang bersamaan.
Riset membuktikan bahwa kadar persaingan antara kakak
dan adik ada hubungannya dengan jarak usia antaranak. Ini mungkin terjadi
karena anak – anak yang jarak
usianya dekat cenderung bersaing lebih ketat (bahkan ketika mereka
beranjak dewasa) daripada anak – anak yang jarak usianya lebih jauh
a.
Jarak usia kurang dari 18 bulan
persaingan kakak adik biasanya kurang
terasa. Saat anak – anak lahir terlalu dekat, rasa cemburu biasanya berkurang.
b.
Jarak Usia antara 2 sampai 4 tahun
persaingan kakak beradik biasanya
sangat tinggi. Ironisnya, ini adalah jarak usia yang paling umum ditemui
diantara anak pertama dan kedua.
c.
Jarak usia lebih dari 4 tahun
persaingan biasanya kurang terasa.
Hubungan kakak – adik biasanya lebih positif dengan jarak usia yang lebih jauh
(Woolfson).
3.
Penyebab sibling
rivalry
Akar dari persaingan
antarsaudara kandung adalah rasa cemburu antara anak dalam satu keluarga yang
terjadi pada lima tahun pertama kehidupan mereka. (Octopus, 2006 : 204).
Banyak faktor yang menyebabkan sibling rivalry menurut
Lusa, 2010 :
a.
Masing-masing anak bersaing untuk menentukan
pribadi mereka, sehingga ingin menunjukkan pada saudara mereka.
b.
Anak merasa kurang mendapatkan perhatian,
disiplin dan mau mendengarkan dari orang tua mereka.
c.
Anak–anak merasa hubungan dengan orang tua
mereka terancam oleh kedatangan anggota keluarga baru/ bayi.
d.
Tahap perkembangan anak baik fisik maupun emosi
yang dapat mempengaruhi proses kedewasaan dan perhatian terhadap satu sama
lain.
e.
Anak frustasi karena merasa lapar, bosan atau
letih sehingga memulai pertengkaran.
f.
Kemungkinan, anak tidak tahu cara untuk
mendapatkan perhatian atau memulai permainan dengan saudara mereka.
g.
Dinamika keluarga dalam memainkan peran.
h.
Pemikiran orang tua tentang agresi dan
pertengkaran anak yang berlebihan dalam keluarga adalah normal.
i.
Tidak memiliki waktu untuk berbagi, berkumpul
bersama dengan anggota keluarga.
j.
Orang tua mengalami stres dalam menjalani
kehidupannya.
k.
Anak - anak mengalami stres dalam kehidupannya.
l.
Cara orang tua memperlakukan anak dan menangani
konflik yang terjadi pada mereka.
Terdapat banyak kondisi yang menentukan kualitas
hubungan antarsaudara kandung. Beberapa di antaranya dapat dikendalikan dan
yang lain dapat dicegah. Kondisi yang mempengaruhi hubungan antar saudara
kandung dalam keluarga menurut Hurlock (2010) diantaranya:
1) Sikap orang tua
Sikap orang tua terhadap anak dipengaruhi oleh
sejauh mana anak mendekati keinginan dan harapan orang tua. Sikap orang tua
juga dipengaruhi oleh sikap dan perilaku anak terhadap anak lain dan terhadap
orang tuanya. Bila terdapat rasa persaingan dan permusuhan, sikap orang tua
terhadap semua anak kurangmenguntungkan dibandingkan bila mereka satu sama lain
bergaul cukup baik.
Anak yang lahir pertama sebagai akibat pendidikan
awal dan asosiasi yang erat dengan orang tuanya, cenderung lebih memenuhi
harapan orang tua daripada anak yang lahir kemudian. Jadi orang tua sering
lebih menyukai anak pertama. Anak tengah sering merasa tidak dihiraukan
dibandingkan anak pertama dan terakhir. Mereka merasa bahwa orang tua pilih
kasih dan mereka membenci saudara mereka. Sikap demikian menumbuhkan rasa iri
dan permusuhan yang mempengaruhi hubungan antarsaudara kandung secara negatif,
dan kemudian juga mempengaruhi hubungan keluarga secara merugikan.
Beberapa sikap orang tua yang khas menurut
Hurlock (2010) yaitu :
a)
Melindungi secara berlebihan
Perlindungan
orang tua yang berlebihan mencakup pengasuhan dan pengendalian anak yang
berlebihan. Hal ini menumbuhkan ketergantungan yang berlebihan, ketergantungan
pada semua orang bukan pada orang tua saja, dapat menyebabkan kurangnya rasa
percaya diri dan frustasi.
b)
Permisivitas
Permisivitas
terlihat pada orang tua yang membiarkan anak berbuat sesuka hati, dengan
sedikit kekangan. Hal ini menciptakan keluarga yang berpusat pada anak. Jika
sikap permisif ini tidak berlebihan akan menjadikan anak lebih cerdik, mandiri,
penyesuaian sosial yang baik, menumbuhkan rasa percaya diri, kreativitas dan
sikap matang.
c)
Memanjakan
Memanjakan
merupakan sikap permisivitas yang berlebihan yang dapat menyebabkan anak
menjadi egois, menuntut perhatian dan pelayanan dari orang lain yang dapat
menyebabkan penyesuaian sosial yang buruk di rumah dan luar rumah.
d)
Penolakan
Penolakan dapat
dinyatakan dengan mengabaikan kesejahteraan anak atau dengan menuntut terlalu
banyak dari anak dan sikap bermusuhan terbuka. Hal ini menumbuhkan rasa dendam,
perasaan tak berdaya, frustasi, perilaku gugup dan sikap permusuhan kepada
orang lain terutama mereka yang lebih lemah.
e)
Penerimaan
Penerimaan orang
tua ditandai oleh perhatian besar dan kasih sayang pada anak. Orang tua yang
menerima, memperhatikan perkembangan kemmampuan anak dan memperhitungkan minat
anak. Anak yang diterima umumnya bersosialisasi dengan baik, kooperatif, ramah,
loyal, secara emosional stabil dan gembira.
f)
Dominasi
Anak yang
didominasi oleh salah satu atau kedua orang tua bersifat jujur, sopan dan
berhati-hati tetapi cenderung malu, patuh dan mudah dipengaruhi orang lain,
mengalah dan sangat sensitif. Pada anak yang didominasi sering berkembang rasa
rendah diri dan perasaan menjadi korban.
g)
Tunduk pada anak
Orang tua yang
tunduk pada anaknya, membiarkan anak mendominasi mereka dan rumah mereka. Anak
memerintah orang tua dan menunjukkan sedikit tenggang rasa, penghargaan atau
loyalitas pada mereka. Anak belajar untuk menentang semua yang berwenang dan
mencoba mendominasi orang di luar lingkungan rumah.
h)
Favoritisme
Meskipun orang
tua berkata bahwa mereka mencintai semua anak dengan sama rata, kebanyakan
orang tua mempunyai favorit. Hal ini membuat mereka lebih menuruti dan
mencintai anak favoritnya daripada anak lain dalam keluarga. Anak yang
disenangi cenderung memperlihatkan sisi baik mereka pada orang tua tetapi
agresif dan dominan dalam hubungan dengan saudara kandung mereka.
i)
Ambisi orang tua
Hampir semua
orang tua mempunyai ambisi bagi anak mereka, yang seringkali tinggi sehingga
tidak realistis. Bila anak tidak dapat memenuhi ambisi orang tua, anak
cenderung bersikap bermusuhan, tidak bertanggungjawab dan berprestasi di bawah
kemampuan, anak memiliki perasaan tidak mampu yang sering diwarnai perasaan
dijadikan orang yang dikorbankan.
2) Urutan Posisi
Dalam semua keluarga, kecuali keluarga satu anak,
semua anak diberi peran menurut urutan kelahiran dan mereka diharapkan
memerankan peran tersebut. Jika anak menyukai peran yang diberikan dan bukan
yang dipilih sendiri, maka kemungkinan terjadi perselisihan. Sebagai contoh
anak perempuan yang lebih tua mungkin menolak perannya sebagai pembantu ibu dan
merasa bahwa adiknya harus berbagi beberapa tanggung jawab yang diberikan
padanya. Hal ini menyebabkan memburuknya hubungan orang tua-anak maupun
hubungan antarsaudara kandung.
Urutan kelahiran mempengaruhi anak-anak
melalui beberapa cara. Misalnya,
anak pertama mendapatkan perhatian orang tua sepenuhnya, setidaknya sampai
kelahiran anak berikutnya. (Woolfson, 2004 : 14-15). Urutan kelahiran dapat
berdampak besar pada perkembangan sifat, ciri-ciri dan kemampuan pribadinya.
Ciri-ciri khas dari urutan kelahiran :
a)
Anak pertama
Cenderung menjadi
anak yang paling cerdas di dalam keluarga.
Dia mencapai prestasi
tertinggi dalam pendidikan dan biasanya cenderung sangat serius.
b)
Anak kedua
Cenderung santai,
kurang peduli terhadap keberhasilan di sekolah dan lebih peduli terhadap
persahabatan. Dia lebih suka hal yang lain daripada yang lain.
c)
Anak bungsu
Cenderung percaya
diri dan mampu menangani berbagai kecemasan sendiri tanpa meminta bantuan. Dia
juga tahu bagaimana mengambil manfaat terbesar dari suatu keadaan di tempat dia
berada.
d)
Anak tunggal
Bergaul lebih baik
dengan orang yang lebih tua daripada dengan rekan-rekannya. Dia meminta
persetujuan atas tindakannya. Dia kemungkinan menjadi seorang pemimpin yang
baik.
Menurut Octopus
(2006 : 144-145) anak pertama mendapatkan seluruh perhatian selama beberapa
tahap pertama hidupnya sampai mempunyai adik. Hal tersebut berarti orang tua
sepenuhnya meluangkan waktu dan pikiran hanya untuk anak pertama, kasih sayang
dan perhatian tidak terbagi dengan anak lain.
3) Jenis Kelamin Saudara Kandung
Anak laki-laki dan perempuan bereaksi sangat berbeda terhadap saudara laki-laki dan
perempuannya. Misalnya dalam kombinasi perempuan-perempuan terdapat lebih
banyak iri hati daripada dalam kombinasi laki-perempuan. Seorang kakak
perempuan mungkin lebih cerewet dan suka mengatur terhadap adik perempuan
daripada adik laki-lakinya. Anak laki-laki lebih banyak berkelahi dengan kakak
laki-laki daripada dengan kakak perempuannya, untuk sebagian karena orang tua
tidak akan membiarkan agresivitas yang berlebihan terhadap kakak perempuan.
Hal ini sering dapat mempunyai pengaruh yang
sangat buruk pada hubungan keluarga, terutama bila orang tua turut campur dan
berusaha mengakhiri perselisihan antarjenis tersebut. Orang tua kemudian
dituduh pilih kasih yang merupakan suatu tuduhan yang lebih merusak hubungan
keluarga.
4) Perbedaan Usia
Perbedaan usia antarsaudara kandung mempengaruhi
cara mereka bereaksi satu terhadap yang lain dan cara orang tua memperlakukan
mereka. Bila perbedaan usia antarsaudara itu besar baik jika anak berjenis
kelamin sama maupun berlawanan, hubungan yang lebih ramah, kooperatif dan kasih
sayang terjalin daripada jika usia mereka berdekatan. Perbedaan usia yang
kecil, lepas dari jenis kedua saudara itu, cenderung meningkatkan perselisihan
mereka.
Usia
anak pertama <1 tahun atau >4 tahun merupakan waktu yang tepat untuk
mempunyai anak lagi. Ini didasarkan pada hubungan kakak-beradik yang dapat
menimbulkan persaingan saudara kandung. Pada anak pertama kurang dari 1 tahun,
maka ia belum dapat merasakan menjadi yang paling utama di dalam keluarga. Pada
anak pertama lebih dari 4 tahun maka ia diharapkan telah merasakan kasih sayang
yang cukup untuk menjadi yang paling utama dalam keluarga. Jika anak belum
merasa cukup mendapatkan kasih sayang tetapi orang tua sudah membagi kasih
sayang dengan anak yang lain, maka anak akan merasa cemburu kepada saudaranya
sendiri yang sering berakhir dengan persaingan saudara (BKKBN,2009).
Tabel 2.1 konsekuesi orang tua dan anak jika
memiliki dua anak dalam jangka waktu
berdekatan
Jarak usia kakak-adik
|
Konsekuensi bagi orang tua
|
Konsekuensi bagi kakak-adik
|
1 – 2 tahun
|
Anda hanya akan punya sedikit waktu untuk dihabiskan
bersama pasangan. Banyak hal yang harus dipikirkan setiap hari. Kelebihannya,
karena usia kakak adik dekat, biasanya hubungan mereka cukup akrab dan Anda
tak harus terus-menerus menemani.
|
Kedekatan hubungan kakak-adik biasanya sangat erat.
Satu sama lain memiliki minat yang kurang lebih sama. Di sisi lain, tingkat
persaingan cukup tinggi, terutama pada kakak-adik dengan jenis kelamin yang
sama.
|
3 – 4 tahun
|
Ritme hidup berjalan lebih
santai dibandingkan mereka yang jarak usia anaknya 1 – 2 tahun. Lebih banyak
waktu untuk memperhatikan anak satu persatu.
|
Bagi si sulung, kehadiran adik
akan dihadapi dengan lebih baik. Si sulung selama 3 – 4 tahun telah cukup
membangun fondasi bonding dengan orang tua. Ia tidak merasa terancam dengan
hadirnya adik. Kakak biasanya menempatkan diri sebagai pembimbing adik
|
5 – 6 tahun
|
Fase menjadi orang tua akan lebih panjang. Ayah dan
ibu dapat menikmati setiap kehadiran anak dengan lebih tenang dan fokus
selama masa balita.
|
Hubungan antarsaudara belum tentu erat. Seolah orang
tua membesarkan dua anak tunggal di waktu berbeda. Sehingga perilaku dan
kecenderungan si adik tidak dapat diprediksi berdasarkan sikap dan perilaku
si kakak.
|
(
(Gatot, 2012)
5) Jumlah Saudara
Jumlah saudara yang kecil cenderung menghasilkan hubungan lebih banyak perselisihan
daripada jumlah saudara yang besar. Untuk itu terdapat dua alasan :
a) Bila hanya ada dua atau tiga anak dalam
keluarga, mereka lebih sering bersama daripada jika jumlahnya besar. Karena
perbedaan usia juga mungkin sekali kecil, orang tua mengaharapkan mereka
bermain dan melakukan berbagai hal bersama-sama. Dengan perbedaan usia yang
akan ada bila terdapat banyak anak, frekuensi kontak antarsaudara berkurang.
b) Bila ada banyak anak, disisplin cenderung
otoriter. Bahkan bila ada antagonisme dan permusuhan, ekspresi terbuka perasaan
ini dikendalikan dengan ketat. Hal ini biasanya tidak terjadi pada keluarga
dengan jumlah anak sedikit. Pengawasan orang tua yang santai, permisif terhadap
perilaku anak, memungkinkan antagonisme dan permusuhan dinyatakan dengan
terbuka, sehingga tercipata suasana yang diwarnai dengan perselisihan.
6) Pengaruh Orang Luar
Menurut Hurlock
(2000 : 210) terdapat tiga cara orang luar keluarga langsung
mempengaruhi hubungan antarsaudara yaitu :
a) Kehadiran orang luar di rumah.
b) Tekanan orang luar pada anggota keluarga.
c) Perbandingan anak dengan saudaranya oleh
orang luar.
d) Orang lain baik anggota keluarga maupun
teman orang tua atau guru dapat menimbulkan atau memperberat ketegangan yang
telah ada antara saudara kandung dengan membandingkan anak yang satu dengan
yang lain. Bilamana perbandingan menguntungkan anak tertentu maka akan timbul
permusuhan di pihak saudara yang lain terhadap anak tersebut. Sebaliknya
bilamana perbandingan merugikan anak itu, maka anak akan mulai memusuhi
saudaranya yang dinilai lebih baik.
Menurut Suherni
(2008 : 69) penyebab sibling rivalry
adalah sebagai berikut :
1)
Kompetensi
(kemampuan) kaitannya dengan kecemburuan. Masa perkembangan anak dimana
anak-anak usia 18 bulan dan 2 tahun masih bersikap egosentris dimana anak masih
berpikiran bahwa dirinya tidak boleh tersaingi dan belum bisa berbagi. Di masa
tersebut banyak terjadi kecemburuan bila anak merasa dirinya tidak lebih
disayangi daripada saudaranya.
2)
Ciri emosional,
yakni temperamen, seperti halnya mudah bosan, mudah frustasi, mudah marah atau
sebaliknya, tidak mudah bosan, tidak mudah frustasi dll tergantung pada
masing-masing individu.
3)
Sifat perasaan anak seusia sampai dengan dua-tiga tahun, yakni apa yang disenangi
adalah miliknya. Anak dapat saling bertengkar hanya untuk memperebutkan mainan
atau kasih sayang orang tua.
4)
Kelemahan
perkembangan seperti halnya lemahnya atau lambatnya kemampuan bahasa, kurang
bisanya dalam hal interaksi sosial, sehingga
mudah terjadi perselisihan dan konflik. Penanganan yang tepat bagi
sibling rivalry adalah agar perkembangan anak tidak mengalami kemunduran dari
perkembangan usia yang seharusnya.
4.
Bentuk Sibling
Rivalry
Contoh bentuk sibling rivalry menurut Woolfson (2004 : 36) :
1)
Saat orang tua memandikan bayi, anak yang lebih tua
berusia 2 tahun mulai rewel dan bergulung-gulung di atas lantai.
2)
Anak yang lebih tua berumur 2 tahun tampak menyayangi
adiknya, tetapi memeluk dengan begitu kuat sehingga adiknya menangis setiap
kali mendapat pelukan.
3)
Anak yang lebih tua berumur 5 tahun berbagi kamar
dengan saudaranya, tetapi terus mengeluh bahwa saudaranya bermain di wilayahnya
dengan mainannya.
4)
Walaupun sudah terlatih sepenuhnya untuk menggunakan
toilet, anak yang lebih tua umur 3 tahun kembali mengompol setelah mempunyai
adik bayi.
5)
Anak lebih tua usia 5 tahun suka mengejek adiknya yang
berumur 3 tahun jika adiknya melakukan hal yang tidak disukainya misalnya
menyanyi.
Respon yang dapat ditunjukkan oleh anak sebagai wujud
rasa cemburu terhadap saudara kandungnya, menurut Bahiyatun (2009 :56) adalah
sebagai berikut:
1)
Memukul bayi (adiknya)
2)
Mendorong bayi dari pengkuan ibu.
3)
Menjauhkan putting susu dari mulut bayi.
4)
Secara verbal menginginkan bayi kembali ke perut ibu
5)
Ngompol lagi.
6)
Kembali bergantung pada susu botol
7)
Bertingkah agresif
Menurut Green (2009 : 23) ciri dari sibling rivalry adalah:
1)
Anak berlaku tak sepantasnya
2)
Anak lebih rewel
3)
Jika seharusnya anak memasuki masa toilet training,
mereka kembali mengompol
4)
Anak mulai menghisap jempol lagi
5)
Anak bertingkah seperti bayi missal duduk di tempat
duduk bayi, minum menggunakan botol bayi, dll
6)
Anak bersifat lebih agresif untuk melukai adiknya
7)
Anak merasa khawatir ia akan ditinggalkan orang tuanya
demi adiknya
8)
Anak merebut mainan atau botol susu dari adiknya
5.
Dampak Sibling
Rivalry
Dampak sibling
rivalry pada anak tergantung pada usia, kepribadian dan tahap perkembangan.
Pada anak usia 2-3 tahun seorang anak sangat cepat menyerang saudaranya secara
fisik. Sedangkan anak-anak usia 3-4 tahun lebih cenderung mendorong dan
mendesak dalam perebutan mainan karena mereka belum mengembangkan kemampuan
yang matang untuk berbagi. Anak usia 4-5 tahun lebih cenderung terlibat
pertengkaran karena lebih ingin memperlihatkan kekuatan dan pengaruh.
Untuk jangka
panjang sibling rivalry dapat berpengaruh dalam hubungan keluarga menurut
Hurlock (2000 : 211) yaitu :
1) Menunjang hubungan keluarga yang baik
a) Kasih sayang antarsaudara
b) Kemauan untuk bermain dengan saudara
c) Kemauan untuk berbagi dengan saudara
d) Kemauan membantu saudara
e) Kekaguman untuk saudara
2) Mengakibatkan hubungan keluarga yang buruk
a)
Tidak
mau membantu saudara
b)
Tidak
mau berbagi dengan saudara
c)
Tidak
mau bermain dengan atau mengasuh adik kecuali jika dipaksa
d)
Serangan
agresif terhadap saudara
e)
Mengadukan
saudara
f)
Merusak
milik saudara
Hubungan antarsaudara yang buruk sangat tidak
menguntungkan karena hubungan ini mempengaruhi semua hubungan antaranggota keluarga, dan bahkan juga
hubungan dengan orang luar. Sibling
rivalry ini sering menjadi pola hubungan sosial yang akan dibawa anak ke
luar rumah untuk diterapkan dalam hubungannya dengan teman sebaya dan juga
dapat melemahkan motivasi bersosialisasi dengan orang lain. (Hurlock,2000
: 205).
Meskipun sibling rivalry mempunyai pengertian
yang negatif, sibling rivalry juga memiliki segi positifnya yaitu :
1)
Mendorong anak untuk mengatasi perbedaan dengan
mengembangkan beberapa ketrampilan penting.
2)
Cara tepat untuk berkompromi dan bernegosiasi.
3)
Mengontrol dorongan untuk bertindak agresif (Anonim,
2010).
6.
Cara Mengatasi Sibling
Rivalry
Menurut
Bahiyatun (2009 : 57), cara mengatasi perubahan sikap dan perilaku anak adalah
dengan menyiapkan mereka untuk kelahiran adiknya, yaitu :
1)
Mulai memperkenalkan pada organ reproduksi dan seksual
2)
Beri penjelasan yang konkret tentang pertumbuhan bayi
dalam rahim dengan menunjukkan gambar sederhana tentang uterus dan perkembangan
janin.
3)
Beri kesempatan anak untuk ikut gerakan janin
4)
Libatkan anak dalam perawatan bayi
5)
Beri pengertian mendasar tentang perubahan suasana
rumah, seperti alasan pindah kamar
6)
Lakukan aktivitas seperti biasa dan lakukan bersama
dengan anak, seperti mendongeng sebelum tidur atau piknik bersama
Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh orang tua
untuk mengatasi sibling rivalry antara
lain :
1)
Tidak membandingkan antara anak satu sama lain.
2) Membiarkan
anak menjadi diri pribadi mereka sendiri.
3)
Menyukai bakat dan keberhasilan anak – anak.
4) Membuat
anak- anak mampu bekerja sama daripada bersaing satu sama lain.
5)
Memberikan perhatian setiap waktu atau pola lain ketika
konflik biasa terjadi.
6)
Mengajarkan anak cara – cara positif untuk mendapatkan
perhatian satu sama lain.
7) Kepada
anak toddler diberikan kesempatan
untuk merasakan gerakan bayi dalam rahim
8) Perluas
lingkup sosial anak pertama.
9)
Jujurlah soal perubahan fisik dan mental seperti
gampang lelah, disertai minta maaf karena tidak bisa menggendongnya sesuka
hati.
1.
Peran Bidan
Peran bidan menurut Suherni (2008 : 71) dalam mengatasi sibling rivalry, antara lain :
1)
Membantu menciptakan terjadinya ikatan antara ibu dan
bayi dalam jam pertama pasca kelahiran.
2)
Memberikan dorongan pada ibu dan keluarga untuk
memberikan respon positif tentang bayinya, baik melalui sikap maupun ucapan dan
tindakan.
Tugas orang tua untuk menghindari permusuhan antar
saudara, meliputi:
a.
membuat anak yang lebih tua merasa dikasihi atau
diinginkan
b.
mengatasi rasa bersalah yang timbul dari pemikiran
bahwa anak yang lebih tua mendapat
perhatian dan waktu yang lebih sedikit
c.
mengembangkan rasa percaya diri dalam kemampuan mereka
mengasuh lebih dari satu anak
d.
menyesuaikan waktu dan ruang untuk menampung bayi baru
tersebut
e.
memantau perlakuan anak yang lebih tua terhadap bayi
yang lebih lemah dan mengalihkan perilaku agresif (Bobak, 2005)
7.
Cara mengantisipasi terjadinya sibling rivalry
Menurut Mia
Cronan dalam Suherni (2009), usaha yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi
sibling rivalry adalah sebagai berikut :
a.
Bicarakan dengan anak sebelum bayi lahir tentang segala
hal yang akan terjadi setelah dia mempunyai adik nanti. Anak perlu pemahaman
lebih, serta menjadi bagian dari keluarga. Jadi berapapun anak yang dimiliki
nantinya, pasti selalu ada perhatian dan cinta untuk semua anak.
b.
Libatkan sebanyak mungkin anak dalam perawatan adiknya,
sambil menjelaskan segala sesuatunya. Misal mengganti popok, mencuci peralatan
bayi, menyiapakan segala sesuatu untuk bayi. Hal tersebut membuat anak merasa
lebih dibutuhkan dan penting dengan adanya kelahiran bayi.
c.
Ketika mulai beranjak besar, lindungi anak dari
kemungkinan adu fisik, tapi ingat jangan membuat anak yang lebih besar menjadi
merasa bersalah atas kejadian tersebut. Bicarakan dengan anak dan biarkan dia
mencurahkan apa yang dirasakan.
Menurut Suherni dkk (2009), usaha yang dapat dilakukan untuk
mengantisipasi sibling rivalry :
a.
Ajak anak ke rumah teman atau tetangga yang mempunyai
bayi sehingga dia melihat bagaimana bayi memerlukan perawatan. Atau gunakan
boneka sebagai model bayi untuk
menekankan bahwa bayi perlu perawatan sehingga dia sebagai anak yang lebih
besar dapat memberikan sesuatu untuk adiknya
b.
Perlihatkan foto anda dulu ketika sedang hamil sambil
menjelaskan apa yang akan terjadi saat kelahiran nanti ketika adiknya lahir.
Saat adiknya lahir beri hadiah padanya dan katakana bahwa hadiah itu dari adik
bayinya.
c.
Letakkan foto anak di dalam box bayi.
d.
Ketika anda sedang memprsiapkan segala sesuatu untuk
kelahiran tanyakan pada anak apakah ada yang mau dibawa baik untuk dirinya
maupun untuk adik bayinya.
Menurut Bahiyatun (2009), cara mengatasi perubahan sikap dan
perilaku anak adalah dengan menyiapkan mereka untuk kelahiran adiknya, yaitu :
a.
Mulai memperkenalkan pada organ reproduksi dan seksual
b.
Beri penjelasan yang konkret tentang pertumbuhan bayi
dalam rahim dengan menunjukkan gambar sederhana tentang uterus dan perkembangan
janin.
c.
Beri kesempatan anak untuk ikut gerakan janin
d.
Libatkan anak dalam perawatan bayi
e.
Beri pengertian mendasar tentang perubahan suasana
rumah, seperti alasan pindah kamar
f.
Lakukan aktivitas seperti biasa dan lakukan bersama dengan
anak, seperti mendongeng sebelum tidur atau piknik bersama.
Cara
menghadapi sibling rivalry menurut
Varney (2007) dalam Yetti (2010) :
a.
Mempersiapkan kakak sebelum kehadiran adiknya
b.
Memberlakukan setiap anak sebagai individu berbeda
c.
Hindari membandingkan
d.
Menumbuhkan keunikan anak
e.
Menghabiskan waktu bersama setiap anak sesuai prioritas
f.
Membuat batasan yang jelas
g.
Mendengarkan perasaan anak
h.
Jangan memihak
i.
Menghindari menumpuk kebiasaan mengadu
j.
Memberikan reward untuk perlakuan yang kooperatif
8.
Segi Positif Sibling Rivalry
Meskipun sibling rivalry mempunyai pengertian yang
negatif tetapi ada segi positifnya, antara lain:
a. Mendorong
anak untuk mengatasi perbedaan dengan mengembangkan beberapa keterampilan
penting.
b. Cara
cepat untuk berkompromi dan bernegosiasi.
c. Mengontrol
dorongan untuk bertindak agresif.
Oleh karena itu agar segi positif tersebut dapat dicapai, maka orang
tua harus menjadi fasilitator. (Suherni, 2009)
Tahapan
perkembangan anak usia 1-5 tahun dilihat dari hubungan saudara menurut Woolfson (2004 : 38-39):
a)
18 bulan
Anak sangat
egosentris dan tidak peduli dengan perasaan orang lain. Dia merasa sangat kuat
dan merasa sangat kuat dan ingin berkuasa.
(1)
Jika dia adalah kakak
Persaingan
antarsaudara cenderung kurang hebat karena perhatiannya masih terlalu terpusat
pada dirinya sendiri. Dia merasa senang selama berbagai hal tidak terlalu
banyak berubah di rumah dan dia terus menerima kasih sayang.
(2)
Jika dia adalah adik
Anak yang
berusia18 bulan bukanlah suatu ancaman yang berarti bagi kakaknya. Namun, dia
masih bisa sangat mengganggu.
b)
2 tahun
Sepenuhnya masih
menganggap dirinya penting. Dia ingin segala sesuatu dilakukan menurut caranya.
Jika tidak maka anak akan marah.
(1)
Jika dia adalah kakak
Dapat memahami
kehadiran bayi baru lahir akan membawa dampak pada kehidupannya. Akibatnya anak
akan cenderung mencari perhatian dan bersikap seperti bayi.
(2)
Jika dia adalah adik
Rasa ingin tahu
mendorongnya untuk menjelajahi dan menemukan. Hal tersebut akan sangat membuat
kakaknya tidak nyaman yang menginginkan waktu dan tempat untuk dirinya sendiri.
c)
3 tahun
Anak menjadi lebih
mandiri, anak bisa berbuat jauh lebih banyak untuk dirinya sendiri. Penguasaan
bahasanya telah menjadi lebih baik sehingga dia mampu mengungkapkan pendapat dengan
lebih jelas.
(1)
Jika dia adalah kakak
Jarak usia ini
terkait dengan tingginya persaingan saudara. Anak tahu bahwa adiknya akan
merebut perhatian orang darinya.
(2)
Jika dia adalah adik
Kakaknya
mengharapkannya untuk mengikuti peraturan keluarga, anak memahami dan berusaha untuk bekerja
sama.
d)
4 tahun
Rasa percaya diri
anak telah meningkat dan anak dapat bergaul lebih baik dengan anak sebaya. Rasa
humor mulai tampak.
(1)
Jika dia adalah kakak
Anak mmenerima
kenyataan tentang hadirnya adik dan cenderung merasa tidak begitu iri hati.
Namun, kadang merasa adiknya mengganggu.
(2)
Jika dia adalah adik
Anak setia pada
kakaknya. Namun, ini bisa cepat berubah menjadi kemarahan jika dia merasa
dirugikan atau ditinggalkan.
e)
5 tahun
Masa sekolah
merupakan suatu masa transisi. Anak memiliki suatu pemahaman terhadap dirinya
sendiri secara psikologis sebagai “anak yang besar”.
(1)
Jika dia adalah kakak
Anak merasa bangga
dengan dirinya sendiri dan lebih memiliki toleransi terhadap adiknya. Kadang
bersikap sebagai penguasa adiknya sehingga cenderung mengatur.
(2)
Jika dia adalah adik
Anak sangat ingin
untuk menjadi seperti kakaknya. Anak dapat merasa sakit hati jika kakaknya
bermain dengan temannya.
Menurut Diane Baumrind dalam Junaedi (2010)
pola asuh orang tua dapat diidentifikasikan menjadi 3 yaitu :
a)
Demokratis
Ditandai dengan
adanya sikap terbuka antara orang tua dan anak. Mereka membuat semacam
aturan-aturan yang disepakati bersama. Orang tua yang demokratis ini yaitu
orang tua yang mencoba menghargai kemampuan anak secara langsung.
b)
Otoriter
Ditandai dengan
orang tua yang melarang anaknya dengan mengorbankan otonomi anak. Pola asuh
otoriter mempunyai aturan-aturan yang kaku dari orang tua.
c)
Permisif
Ditandai dengan adanya
kebebasan tanpa batas kepada anak untuk berbuat dan berperilaku sesuai
keinginan anak. Dikenal juga sebagai pola asuh serba membiarkan, dimana orang
tua yang bersikap mengalah, menuruti semua keinginan, melindungi secara
berlebihan serta memberikan atau memenuhi semua keinginan anak secara
berlebihan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar